08/11/2025
๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐
Senin itu, 3 November 2025, seorang ibu datang dari jauh, datang membawa tubuh yang letih, dan suami yang setia menuntun langkahnya seperti doa yang berjalan.
Kami sambut dengan lembut, namun angin penyembuhan tak kunjung berhembus. Selasa pun berlalu dengan wajah yang sama, hening, berat, dan ada dinding tak kasat mata di antara napas kami.
Rabu, aku nyaris letih. Ada kecewa yang mengetuk dada, karena yang kami tawarkan hanyalah tangan kasih, namun yang kurasakan penolakan.
Aku pun diam. Menarik napas. Masuk ke dalam ruang sunyi tempat TUHAN biasa berbisik.
Dan di sanaโฆ aku melihat wajah-Nya bercahaya lembut di balik mata sang suami.
Berpuluh tahun ia menjaga cinta, menjadi cahaya kecil di malam-malam yang panjang, memeluk luka istrinya tanpa pamrih, tanpa syarat, tanpa jeda.
Hatiku bergetar...
โYa TUHAN, apa yang harus kulakukan untuk saudaraku ini?โ
Lalu datanglah bisikan-Nya, halus dan lembut seperti embun jatuh di kelopak bunga subuh.
โUbah caramu. Jangan sentuh tubuhnya, sentuh jiwanya.โ
Kusampaikan pada sang suami dengan lembut, โPak, setiap sekitar jam sepuluh malam, mari kita sadari napas bersama. Biarkan ibu rebah, tenang di tempat tidur, biarkan kamar menjadi samudra doa.โ
Tak lama kemudian, atau Jumat sore kabar datang seperti cahaya senja. Sang ibu bisa tidur damai, tanpa obat, tanpa resah.
Kerja Cinta itu nyata, bekerja lewat hening.
Dan aku tersenyum, menatap langit dalam diam.
โPikiran sadarnya menolak,โ bisik TUHAN saat aku termenung pada Rabu, โtapi jiwa terdalamnya memanggil, ingin disembuhkan, ingin disayangi.โ
Ah, betapa agung cara-Mu mencintai, TUHAN. Engkau sembuhkan luka dengan keheningan, Engkau balut bumi dengan getaran kasih.
Dan aku pun kembali tunduk, membiarkan napasku menjadi doa tanpa kata, menyatu dengan Cinta-Nya yang melingkupi alam raya.
๐๐
๐ฅ๐น๐โจ
Sabtu, 8 November 2025