07/12/2025
Lombok Utara – Jalan setapak menuju Air Terjun Tiu Sekeper di Hutan Santong, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, diselimuti kanopi pepohonan yang rapat. Di kiri dan kanan, deretan mahoni, trembesi, hingga bajur berdiri seperti pagar alam. Sambil ditemani kicau burung, wisatawan menapaki jalur berbatu sepanjang hampir lima kilometer menuju air terjun tertinggi di Pulau Lombok itu.
Pada era 1970-an, sebagian kawasan hutan ini sempat mengalami pembalakan liar. Namun kini pola pikir warga perlahan berubah. Kesadaran menjaga hutan semakin kuat, terutama setelah kawasan tersebut menjadi sumber air bagi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Santong.
“Dulu sering terjadi ilegal logging, tapi sekarang masyarakat mulai paham pentingnya kelestarian hutan,” tutur Malkam Hadi, Ketua Pokdarwis Desa Santong dan aktivis lingkungan, dikutip dari detikBali (4/12/2025).
Hutan Santong berada di bawah pengelolaan KPH Rinjani Barat. Dahulu jalur itu merupakan lintasan pemburu rusa di lereng barat Rinjani. Kini menjadi akses utama warga berkebun serta lokasi ratusan jenis pohon produktif seperti kopi, durian, pisang, sengon, dan pete.
Lima kelompok tani dari Desa Santong, Sesait, dan Pendua kini mengelola puluhan hektare hutan tersebut. Menurut Malkam, jutaan pohon sudah ditanam sejak warga terlibat langsung dalam pengelolaan.
“Awik-awik (aturan desa) tentang larangan pembalakan sebenarnya belum ada, tapi kesadaran warga sudah terbentuk,” ujarnya.
Di kawasan ini terdapat sedikitnya 19 air terjun, termasuk Tiu Sampurarung, Mata Rimba, Sandar Nyawa, Cundamanik, Jayang Rane dan Tiu Bombong. Air Terjun Tiu Sekeper menjadi titik pertemuan beberapa aliran sungai, menjadikannya sumber energi utama PLTMH.
Malkam menyebut air dari beberapa mata air, termasuk Bidari dan Sekeper, juga disalurkan ke PDAM Amerta Dayan Gunung serta ke rumah warga dan area persawahan.
Setiap tahun, kelompok pemuda desa bersama Pokdarwis menggelar kemah konservasi sebagai upaya edukasi tentang kekayaan Hutan Santong. Dua tahun lalu, mereka menanam 1.000 pohon di kawasan hutan produksi terbatas dekat Tiu Sekeper.
“Kami berharap perusahaan yang memanfaatkan aliran air, termasuk PLTMH dan PDAM, ikut berperan menjaga kawasan,” kata Malkam.
Satria Effendi (38), petani dengan lahan 1,5 hektare, menyebut pembalakan liar kini tidak lagi terjadi berkat penanganan kelompok tani. Penanaman pun dibatasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
“Pisang hanya boleh sekian pohon, durian sekian pohon, begitu seterusnya,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah desa segera menerbitkan aturan formal pelestarian hutan agar masyarakat memiliki pegangan jelas.
PLTMH Santong memasok 1 MW untuk sistem kelistrikan Lombok yang memiliki total beban 360 MW. Hal itu disampaikan I Kadek Ariana, Manager Unit Layanan Pusat Listrik Mikro Hidro Surya Tanjung PLN UIW NTB, melalui laporan yang dikutip dari detikBali (4/12/2025).
Untuk menghasilkan daya maksimal tersebut, PLTMH membutuhkan debit air sekitar 1.500 meter kubik per detik. Energi air dianggap lebih efisien dibanding pembangkit fosil yang untuk 1.000 kWh membutuhkan sekitar 333 liter BBM.
Kadek menegaskan PLN rutin memelihara mesin sekaligus terlibat menjaga kawasan tangkapan air bersama KPH dan warga. Namun, debit maksimal baru mampu bertahan sekitar satu jam.
General Manager PLN UIW NTB, Sri Heny Purwanti, menyebut penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di NTB baru 2,5 persen dari total kebutuhan 360 MW. PLN menargetkan angka tersebut naik menjadi 25 persen pada 2034.
Sementara itu, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal optimistis NTB bisa menjadi pusat energi hijau Bali-Nusra, mengingat terdapat 77 bendungan yang berpotensi menjadi sumber energi air dan surya.
“Baru sekitar 20 persen yang dimanfaatkan untuk energi terbarukan,” ujarnya seperti dikutip detikBali.