12/10/2020
BUKAN KAMI TAK PERCAYA CORONA
Baca baik2....
Kami yg awam ini bukan tak percaya adanya virus corona, jangankan virus yg masih se-alam, sama2 alam fisika, malaikat dgn jin yg beda alam pun kami percaya, padahal alam mereka metafisika.
Sehalus2 virus masih ada mikroskop untuk meneliti, tapi jin dan malaikat belum ada alat untuk deteksi selain kemenyan dengan jampi2
Bukan p**a kami curiga kpd paramedis yg mati2an sampai dgn mati benaran berjibaku menyelamatkan pasien corona, karena kami sangat yakin tak ada KONTRAKTOR yg sukarela terima proyek membersihkan gigi buaya, kecuali buaya darat.
Kami hanya tak percaya dgn kebijakan pemimpin negeri ini dlm menghadapi pandemi.
Bayangkan...
Saat virus ini dimulai dari Cina, sampai hari ini "bangsatwan" dari negeri tersebut bebas keluar masuk, bahkan diberi fasilitas istimewa.
Ketika semua negara menutup pelabuhan dan bandara, pemimpin negeri ini malah sibuk promosi pariwisata.
Saat negara lain fokus menyelamatkan nyawa, pemerintah republik ini sibuk menyelamatkan devisa.
WHO telah umumkan antivirusnya belum ada, seharusnya antibodi menjadi tumpuan. Tapi pemerintah secara sistematis menggerus imunitas tubuh dgn pemberitaan korban corona terus menerus.
Seharusnya ruang ibadah, ruang belajar, ruang kerja, dan ruang sosial menjadi tempat mengecas imun, tapi semua ditutup agar kita fokus menahan serangan virus tanpa tameng tanpa senjata.
Refocusing anggaran di mana2, pegawai yg seharusnya kerja, sekarang hanya melamun saja. Proyek yg menyerap tenaga kerja terhenti dan ekonomi pun merana.
Mana lagi ,Refocusing anggaran begitu rentan dikorupsi dan bgtu sulit di akses jumlahnya.
Rakyat disubsidi dgn dana desa, warga menumpuk menanti jatahnya.
Kenapa tdk dibuka lahan tani, kebun dan ternak seluas2x, agar masyarakat bisa beraktivitas dan melupakan corona.
Pastikan hasil usaha mereka diserap pasar, atau dibeli oleh pemerintah dgn anggaran corona walaupun untuk "dibuang" semua.
Sekurang2x, badan mereka sehat karena keringat mengucur, jiwa mereka kuat karena ada harapan yg menggiur.
Biarkan mereka ttp belajar agar masa depan mereka makmur, aktifkan ruang2 sosial agar mereka terhibur, dorong mereka beribadat, Kalaupun mati karena corona minimal selamat di dalam kubur.
Kawan2 paramedis, kuatlah... kami tdk melawan Anda, kami hanya melawan kebijakan yg salah kaprah, yg setiap hari terus berubah, bukan hanya kebijakan, bahkan termasuk istilah.
Kami pun bingung dgn peraturan yang cenderung menyingkirkan akal sehat.
Dimana disatu sisi, diwajibkan pemakaiannya dari jenis apapun tdk dipermasalahkan, yg penting pakai, disangsi jika tdk digunakan, tp disisi lain, ada klasifikasikasi yg boleh dan jgn dipakai.
Mana lagi penutupan pasar yg tdk menyediakan solusi untuk para pedagang yg notabe kehidupannya bergantung pada kegiatan jual beli.
Serta biaya rapid test ,SWAB yg juga memberatkan masyarakat kita. Aturan prosedural dirumah sakit yang mewajibkan tes sana sini sebelum dilayani ,bahkan kpd pasien yg gawat darurat.
Belum lagi peraturan dimana sedang sendiri pun, diwajibkan tetap dipakai. Sementara dari teori yang ada, dia menyebar lewat droplet. Tdk terbang di udara sepertinya halnya virus penyakit lain.
Rakyat yg menghadiri upacara pemakaman dibubarkan dgn alasan berkerumun, padahal sudah memakai protokol, sementara disidang razia masker mereka berkerumun kok tidak dibubarkan dangdutan di pilkada pun tidak dibubarkan.
Jadi mau dibawa kemana arahnya peraturan ini ???
Peraturan suka2 kah?
Dan..
Mohon dijelaskan, pasien positif corona yg sudah sembuh, sembuh karena obat ataukah sembuh dgn sendirinya...?
Kalau sembuh dengan obat, apa nama obatnya...?
Kalau sembuh dgn sendirinya, untuk apa buang2 waktu, tenaga, biaya bahkan nyawa...?
Kalau yg meninggal disebabkan karena penyakit penyerta, knp sibuk mengurus org yg tanpa gejala...?
Kalau yg meninggal karena salah diagnosa, bagaimana merevisi datanya...?
Knp tdk disampaikan juga...?
Wahai akal sehat p**anglah kembali ke Indonesia, bila tdk pergilah selamanya...Karna saudara kami yg mengalami gangguan jiwa, sampai hari ini baik-baik saja.
Copas.
Sumber
anak desa.
H Masrul Aidi Lc
sedikit untuk melengkapi