PIK Remaja " Nyi Endang Dharma "

PIK Remaja " Nyi Endang Dharma " TRIAD KRR 1. NAPZA
2. HIV / AIDS
3. Seksualitas

10/07/2019

Salam Remaja.
Maaf kawan-kawan halaman ini sudah lama off/ tidak pernah update status dll yang dikarenakan sudah ditiadakan dan atau dihapus oleh pemdes setmpat dan disaat itu kamipun membubarkan diri, namun kami akan terus berkontribusi untuk menjalankan kegiatan2 tanpa dilegalitas yang artinya berdiri sendiri dan mandiri.
Insya Allah beberapa minggu kedepan on kembali
Terima kasih.
Salam Remaja.. "REMAJA SEHAT, REMAJA YANG GAUL"

18/09/2017

Efek Mengerikan Pil PCC: Bikin Nge-fly, Halusinasi hingga Tewas

Penggunaan obat PCC (paracetamol, caffeine, dan carisoprodol) membuat heboh warga Kendari. Beberapa penggunanya ada yang berhalusinasi, lari ke laut hingga tenggelam. Obat itu juga telah merenggut nyawa sejumlah orang. Seberapa mengerikannya obat PCC?

Seperti kejadian yang dialami seorang siswa SD berinisial R asal Kendari yang tewas akibat overdosis PCC. Bocah itu juga mencampur PCC dengan Somadril dan Tramadol.

Efek mengerikan dari PCC juga dialami Riski (20), warga Kendari, Sulawesi Tenggara. Ayah Riski, Rauf, mengatakan anaknya diketahui mengonsumsi obat bersama adiknya. Awalnya Riski berhalusinasi hingga melompat ke got depan rumah.

"Anak saya meminum obat mumbul yang dicampur dengan pil PCC, awalnya melompat ke got depan rumah. Adiknya berhasil diselamatkan, namun kakaknya bernama Riski berlari ke arah laut dan menceburkan dirinya," terang Rauf.

Korban kakak-adik ini merasa kepanasan, efek dari obat yang dikonsumsinya. Sang kakak berlari ke arah laut dan menceburkan diri. Sayangnya, ia tenggelam dan ditemukan sudah tidak bernyawa.

Dari keterangan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, obat PCC dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Data Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara mengatakan saat ini sudah terdapat 60 korban penyalahgunaan obat PCC yang dirawat di tiga RS. Korban dirawat di RSJ Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang).

"Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium setelah menggunakan obat berbentuk tablet berwarna putih bertulisan 'PCC' dengan kandungan obat belum diketahui," ujar Menkes dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (14/9/2017).

dr Hari Nugroho dari Institute Of Mental Health Addiction and Neurosience (IMAN) mengatakan obat PCC sebenarnya merupakan obat yang bersifat relaksan atau yang berfungsi untuk melemahkan otot-otot kejang. Jika dikonsumsi berbutir-butir, efek yang ditimbulkan adalah perasaan 'fly'.

"Kalau dicoba oleh anak-anak, risiko terjadinya keracunan akan lebih besar," ujar Hari.

PCC sendiri termasuk obat keras. Obat tersebut tidak bisa dikonsumsi sembarangan dan harus dengan izin dokter. Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari mengatakan PCC digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan obat sakit jantung.

Selain itu, Arman menegaskan PCC berbeda dengan Flakka, meski efeknya disebut-sebut hampir mirip, yakni membuat pemakainya berhalusinasi.

"Menurut literatur yang kami peroleh memang kandungan obat ini sementara ini bukan merupakan narkotik dan juga bukan yang sekarang ini tersebar di tengah masyarakat adalah jenis Flakka, bukan," ujarnya.

11/07/2017

BKKBN MINTA DAERAH TERBITKAN PERDA PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN

Indramayu – Perwakilan BKKBN Jabar Online : Pasca penolakan judicial review UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terkait upaya meningkatkan usia minimum pernikahan perempuan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tak patah arang. Selain mendorong langkah politik melalui revisi UU Perkawinan, daerah juga didorong agar menerbitkan Perda tentang pendewasaan usia perkawinan.
Demikian disampaikan Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty saat dikonfirmasi awak media disela kunjungan kerjanya ke Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sabtu (18/3). Surya bahkan menegaskan keinginan BKKBN agar batas usia minimal perempuan menikah dapat naik dari 16 tahun menjadi 21 tahun.
Menurutnya peran daerah sangat penting dalam upaya meningkatkan pendewasaan usia perkawinan pasca penolakan judicial review. Surya sendiri mengatakan, meski gagal di MK, pihaknya terus mendorong agar dilakukan revisi UU Perkawinan bersama badan legislatif. “Tapi proses ini memakan waktu yang lama” terangnya, sehingga ia juga menginginkan pemerintah daerah juga bergerak memperjuangkan perda yang mengatur tentang batas minimal usia pernikahan.
Saat ditanya mengenai alasan batas minimal usia 21 tahun, Surya menjelaskan bahwa diusia tersebut seorang perempuan dinilai sudah lebih siap dalam menjalani kehidupan rumah tangga, baik fisik maupun mental. Pada usia 21 tahun secara medis perempuan dinilai sudah matang organ-organ reproduksinya, sehingga aman dari risiko kehamilan yang mengakibatkan kematian ibu ataupun bayi saat melahirkan. Secara mental usia 21 tahun juga relatif bijaksana menyikapi permasalahan rumah tangga. Ia juga menuturkan batas usia minimal menikah juga berlaku bagi laki-laki, yakni usia 25 tahun. Diusia ini laki-laki dinilai sudah matang dalam menjalani kehidupan rumah tangga, terutama menyangkut tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga.
Bagi BKKBN, pendewasaan usia perkawinan dipandang sebagai salah satu cara menurunkan angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) selain penggunaan kontrasepsi. Dengan semakin dewasa seorang perempuan menikah, maka rentang usia reproduksinya semakin memendek, sehingga peluang melahirkan anak menjadi lebih sedikit. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012, TFR atau rata-rata jumlah anak yang dimiliki seorang perempuan pasangan usia subur di Indonesia masih diangka 2,6. Padahal BKKBN menargetkan sasaran TFR diangka 2,1 sebagai sarat terciptanya penduduk tumbuh seimbang (zero population growth).
Di Jawa Barat sendiri pernikahan dini masih menjadi momok yang menakutkan. Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sugilar menuturkan pernikahan usia dini di Jawa Barat masih marak terjadi. Umumnya didominasi dari wilayah Jawa Barat bagian selatan seperti Garut, Cianjur dan Tasikmalaya, disusul daerah-daerah Pantura seperti Indramayu dan sekitarnya."Saat ini usia kawin pertama di Jawa Barat masih diangka 19 tahun", tandas Sugilar.
Gilar bahkan menilai maraknya pernikahan dini di Jawa Barat menjadi kontraproduktif dengan semangat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas SDM Jawa Barat. Pernikahan dini dinilai sebagai salah satu penyebab terjadinya putus sekolah. Selain itu, pernikahan dini juga dituding sebagai pemicu banyak kasus perceraian karena belum cukup dewasa dalam menghadapi masalah-masalah rumah tangga.
Menyikapi pernikahan dini tersebut, Gilar menjelaskan pihaknya aktif mengkampanyekan program Generasi Berencana, baik yang langsung menyasar kepada remaja maupun kepada keluarga atau orang tua yang memiliki remaja. Program GenRe sendiri dimaksudkan untuk membekali remaja dalam menyiapkan kehidupan berkeluarga kelak. Program GenRe ini mensosialisasikan agar remaja tidak terjebak dalam pernikahan dini, seks bebas dan narkoba. (HK)

Sumber : http://jabar.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1755

Demikian disampaikan Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty saat dikonfirmasi awak media disela kunjungan kerjanya ke Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sabtu (18/3). Surya bahkan menegaskan keinginan BKKBN agar batas usia minimal perempuan menikah dapat naik dari 16 tahun menjadi 21 tahun.

20/09/2016

Bandung - Perwakilan BKKBN Jabar Online : Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mencanangkan gerakan “Jabar Tolak Kekerasan” sebagai upaya mewujudkan Jawa Barat ramah anak, di halaman Gedung Sate, senin (18/7).
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 3.700 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, atau rata-rata terjadi 15 kasus per hari, dimana Jawa Barat sebagai salah satu yang cukup tinggi menyumbang angka kekerasan ini, termasuk di dalamnya kasus-kasus trafficking.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat juga mengklaim telah menyelamatkan ribuan orang perempuan dan anak korban kekerasan dan trafficking di Jawa Barat.
Melalui pencanangan ini, gubernur yang akrab disapa Aher ini mengatakan bahwa gerakan ini bertujuan menghadirkan tekad dan upaya sinergis segenap komponen masyarakat Jawa Barat dalam mewujudkan Jawa Barat ramah anak, yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Kegiatan ini secara khusus menyasar pada sekolah-sekolah untuk mewujudkan sekolah ramah anak di Jawa Barat. Menurut Aher sekolah dihuni oleh anak-anak yang terkadang rentan menjadi sasaran kekerasan. Saat ini menurutnya terdapat 9,6 juta anak berstatus sekolah (SD, SMP, SMA dan sederajat) di Jawa Barat.
Pada kegiatan pencanangan ini Aher juga melepas secara simbolis tim sosialisasi “Jabar Tolak Kekerasan” yang akan mensosialisasikan gerakan ini ke sekolah-sekolah di seluruh Jawa Barat. Sosialisasi ini diawali di sepuluh sekolah di Kota Bandung, yang juga bertepatan dengan hari pertama masuk sekolah, diantaranya di SMA 3 dan SMA 5. (HK)​
IMG-20160718-WA0006.jpg

14/09/2015

MEMBANGUN REMAJA JAWA BARAT YANG BEBAS DARI MASALAH SEKSUALITAS, NAPZA DAN HIV/AIDS

Akhir-akhir ini, bahasan tentang remaja menjadi topik yang seringkali diperbincangkan, mengingat saat ini kelompok remaja sangat rentan terhadap 3 (tiga) risiko kesehatan reproduksi atau yang dikenal dengan TRIAD KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) yaitu Seksualitas, Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya), serta HIV/AIDS. Bahkan Triad KRR ini sekarang menjadi hal yang sangat meresahkan para orangtua.

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan usia remaja yaitu usia 12-24 tahun. Namun apabila pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia masuk kedalam dewasa. Sebaliknya, meskipun usia sudah dewasa (bukan remaja lagi) tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka ia masuk kedalam kelompok remaja.

Berdasarkan data, jumlah penduduk remaja Indonesia saat ini mencapai 65 juta jiwa atau sekitar 30% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara jumlah penduduk remaja di Provinsi Jawa Barat mencapai 11.358.704 jiwa atau sebesar 26,60% dari total jumlah penduduk di Jawa Barat. Jumlah remaja yang besar ini seharusnya menjadi modal pembangunan untuk mewujudkan Jawa Barat yang mandiri, dinamis dan sejahtera sesuai dengan visi Pemerintah Daerah Jawa Barat.

Sementara itu, menurut World Bank, remaja memiliki 5 (lima) transisi kehidupan yaitu melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat dan mempraktekkan hidup sehat. Empat transisi kehidupan lainnya yang akan dimasuki remaja akan sangat ditentukan berhasil tidaknya remaja mempraktekkan hidup sehat. Dengan kata lain, jika remaja gagal mempraktekkan hidup sehat, maka kemungkinan besar remaja juga akan gagal menjalani empat transisi kehidupan yang lain.

Kesehatan reproduksi diartikan sebagai sejahtera fisik, mental dan sosial yang baik, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, tetapi juga sehat dari aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Sementara itu, Kesehatan reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggungjawab.

Remaja adalah generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Segala tindakan yang dilakukan pada masa remaja akan sangat menentukan kehidupan mereka ketika dewasa dan juga sangat menentukan bagaimana mereka akan berkontribusi bagi pembangunan bangsa ini. Oleh karena itu, kehidupan remaja sangat penting dan strategis untuk diperhatikan secara serius.



Masalah Kesehatan Reproduksi Yang Dihadapi Remaja

3 Risiko kesehatan reproduksi remaja atau yang dikenal dengan TRIAD KRR yaitu seksualitas, napza dan HIV/AIDS.

1. Seksualitas

Risiko Seksualitas diartikan sebagai sikap dan perilaku seksual remaja yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi dan risiko perilaku seks sebelum nikah.

Berdasarkan Data Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010 menunjukkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks sebelum menikah. Hasil Survei DKT Indonesia tahun 2005 juga menunjukkan bahwa remaja di beberapa wilayah Indonesia telah melakukan seks sebelum menikah, diantaranya Surabaya 54%, di Bandung 47% dan di Medan 52%. Sementara itu, hasil Survei SKKRI TAHUN 202/2003, bahwa remaja memiliki teman yang pernah berhubungan seksual dimulai dari usia 14-19 tahun, dengan wanita 34,7% dan pria 30,9%. Sebesar 2,5 juta perempuan pernah aborsi per tahun, 27% nya dilakukan remaja (sekitar 700 ribu), PKBI, rakyat merdeka, 2006. Bahkan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa, dan 800 ribu diantaranya terjadi di kalangan remaja.

2. Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya )

Napza adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan kedalam tubuh manusia baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung) atau disuntik yang menimbulkan efek tertentu terhadap fisik, mental dan ketergantungan. Berdasarkan data tentang penyalahgunaan narkoba di Indonesia, dari sebanyak 3,2 juta jiwa yang mengkonsumsi narkoba, 78% diantaranya adalah remaja.

3. HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) diartikan sebagai kumpulan dari berbagai gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh individu yang didapat akibat HIV.

Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010, di Indonesia terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif, dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni sebesar 48,1% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9%.

Sementara itu, Penularan HIV/AIDS pada remaja di Jawa Barat, dari jumlah penduduk Jawa Barat yang berusia 10-24 tahun, sebesar 11.358.704 atau 26,60% adalah remaja. Sebesar 3.147 remaja usia 15-29 tahun terkena HIV/AIDS dengan penularan terutama disebabkan melalui hubungan seks dan jarum suntik.



Upaya Untuk Menghindarkan Remaja Dari Risiko Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)

Penanganan terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi komitmen internasional, termasuk Indonesia yaitu melalui Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan yang dihadiri 178 negara di dunia (ICPD Kairo, 1994). Remaja juga memiliki hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Melalui konferensi ini, negara-negara di dunia didorong untuk menyediakan informasi yang lengkap kepada remaja mengenai bagaimana mereka dapat melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk menyediakan informasi KRR ini adalah dapat melalui pendidikan KRR di keluarga, pendidikan KRR di sekolah dan melalui program P*K-KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)



Pendidikan KRR Di Keluarga

Keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan remaja seharusnya menjadi tempat dimana remaja memperoleh pendidikan mengenai berbagai hal, termasuk informasi dan edukasi mengenai seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Namun pada kenyataan di masyarakat, seringkali dijumpai justru remaja paling tidak nyaman membahas masalah-masalah tersebut dengan orangtuanya. Ditambah dengan perubahan pada remaja yang seringkali sulit dipahami oleh orangtua menyebabkan komunikasi semakin sulit dibangun. Beberapa ciri remaja yang perlu diketahui oleh orang tua terkait dengan perubahan yg menonjol diantaranya : mulai berpikir tidak seperti biasanya, kemauannya sukar ditebak, sering berubah-ubah pendirian, kadang ucapan dan perilakunya bertentangan, menggantung perasaan, meledak-ledak, menarik diri dan menolak bicara, lebih senang berkumpul di luar rumah, ingin menonjolkan diri, mudah terpengaruh teman, serta untuk remaja putri saat menjelang haid biasanya menjadi perasa, mudah sedih, marah dan cemas tanpa alasan.

Pandangan bahwa seks adalah sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan, yang telah tertanam sekian lama menyebabkan remaja dan orangtua enggan berdiskusi tentang masalah seksualitas. Padahal remaja sangat membutuhkan informasi yang benar dan akurat. Akibatnya, remaja mencari informasi di luar, seperti dari teman sebaya, majalah dan internet yang seringkali menyuguhkan informasi yang tidak benar dan malah menyesatkan.

Namun, pendidikan kesehatan reproduksi remaja ini masih menjadi perdebatan, karena disatu sisi banyak orangtua yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi remaja ini malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pra nikah. Menurut Iskandar, 1997, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung memiliki perilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain.

Oleh karena itu, saatnya keluarga-keluarga di Jawa Barat menyadari dan melakukan fungsi keluarga sebagai fungsi pendidikan, yang mengkomunikasikan, menginformasikan dan mengedukasi remaja mengenai berbagai hal khususnya mengenai risiko Kesehatan Reproduksi Remaja yaitu seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui keluarga ini sebenarnya sangat efektif, karena dapat dilakukan dalam suasana yang santai dan bersahabat sehingga memudahkan remaja menyerap informasi yang disampaikan orangtua.



Pendidikan KRR Di Sekolah

Pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah dan sekaligus informasi mengenai keluarga berencana merupakan hal yang saat ini sangat penting disampaikan mulai dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan KRR di sekolah akan sangat efektif, karena remaja disemua sekolah-sekolah secara otomatis akan mendapatkan informasi yang benar dan akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Hal ini akan menjawab kebutuhan remaja terhadap informasi yang akurat dan benar mengenai KRR sehingga remaja tidak perlu mencari sendiri informasi tersebut dan melakukan eksplorasi sendiri.

Hasil Survei LDFEUI & NFPCB tahun 1999, survei terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada 4 (empat) provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) ditemukan bahwa 46,2% remaja masih menganggap perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Dan kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri yang hanya sebesar 42,3%. Dan diperoleh juga hasil bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari risiko tertular Penyait Menular Seksual (PMS) akan meningkat jika memiliki pasangan seksual lebih dari 1 (satu) orang. Sementara itu, 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya jika berhubungan seks dengan Pekerja Seks Komersil (PSK).



Program P*K-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)

Salah satu program yang dijalankan Pemerintah untuk merespon permasalahan remaja adalah dengan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja melalui BKKBN yang disebut dengan wadah P*K-KRR.

P*K-KRR adalah suatu wadah kegiatan program KRR yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang Kesehatan Reproduksi Remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. P*K-KRR ini dibentuk di kelompok-kelompok remaja seperti di sekolah-sekolah, pesantren, perguruan tinggi, Fatayat NU atau Aisyiah.

P*K KRR ini bertujuan untuk memberikan informasi KRR, keterampilan kecakapan hidup (life skill), pelayanan konseling dan rujukan kesehatan reproduksi remaja serta mengembangkan kegiatan lain sesuai dengan potensi yang dimiliki remaja tersebut. P*K-KRR ini diarahkan untuk mencapai Tegar Remaja yaitu remaja yang menunda usia pernikahan, remaja yang berperilaku yang sehat, remaja yang terhindar dari seks bebas, narkoba serta HIV/AIDS, remaja yang bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model dan sumber informasi bagi teman sebayanya.

Melalui program P*K-KRR ini remaja dapat memperoleh informasi yang benar dan akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, dalam wadah ini remaja memiliki kesempatan untuk menggali potensinya dengan teman-teman sebayanya, karena remaja sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa dalam berbagai hal jika dikembangkan dengan maksimal.

Perilaku remaja Jawa Barat, khususnya mengenai kesehatan reproduksi remaja akan ditentukan sejauh mana mereka memperoleh pendidikan yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja serta komunikasi yang dibangun dengan remaja. Kesadaran remaja terhadap risiko seksualitas, napza dan HIV/AIDS akan diawali dan dibangun dengan pengetahuan yang mereka miliki.

Sumber : Artikel BKKBN JABAR ( http://jabar.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=586 )

28/01/2015

BERCAK PUTIH DI KULIT, MUNGKIN BUKAN PANU TAPI GEJALA AWAL KUSTA

Bercak putih di kulit seringkali dianggap sebagai panu dan disepelekan oleh sebagian besar masyarakat. Padahal, bisa jadi bercak putih di kulit itu bukanlah panu, melainkan gejala awal kusta, yang bila dibiarkan bisa mengakibatkan kebutaan, bahkan kecacatan.

"Keduanya sama-sama berbentuk bercak putih di kulit. Bedanya, panu memiliki unsur gatal dan kemerahan di pinggiran bercak. Sementara kalau kusta tidak ada rasa gatal dan mati rasa," ujar Ketua Komite Ahli Eliminasi Kusta dan Eradikasi Frambusia, Dr. dr. Hariadi Wibisono, MPH, pada acara Temu Media mengenai Kusta di Jakarta, Jumat (16/1).

Dijelaskan oleh dr. Hariadi bahwa penyakit kusta terdiri dari dua jenis, yaitu kusta kering atau pausi basiler (PB) dan kusta basah atau multi basiler (MB). Gejala bercak putih seperti panu biasanya merupakan ciri umum gejala kusta kering. Sedangkan gejala kusta basah lebih mirip kadas, yakni bercak kemerahan dan disertai penebalan pada kulit.

Ciri khas yang mendasar dari kusta adalah kurang rasa (hipoestesi) atau mati rasa sama sekali (anestesi) pada gejala yang muncul. Ini yang menyebabkan penderita kusta bila dibiarkan dapat mengalami kecacatan, karena saraf mereka rusak sehingga mereka tidak merasakan sakit meskipun jari mereka putus, terangnya.

Terkait pengobatan, dr. Hariadi menjelaskan bahwa kusta dapat diobati dengan obat kombinasi yang disebut multi drug therapy yaitu pengobatan dengan lebih dari satu macam obat yang sudah direkomendasikan. Kombinasi obat dalam blister MDT diberikan sesuai dengan jenis penyakit kusta. Untuk kusta kering, MDT terdiri dari Rifampisin dan Dapson atau Diamino Diphenyl Sulfone (DDS), tersedia dalam bentuk blister untuk dewasa dan anak. Obat harus diminum sebanyak 6 blister dengan waktu pengobatan selama 6 bulan. Sementara itu, untuk kusta basah, MDT terdiri dari Rifampisin, Dapson atau Diamino Diphenyl Sulfone (DDS), dan Lamprene; juga tersedia dalam bentuk blister untuk dewasa dan anak, yang harus diminum sebanyak 12 blister dalam kurun waktu pengobatan selama 12 bulan.

Di akhir penuturannya, dr. Hariadi menegaskan bahwa penderita kusta harus berobat. Untuk menjamin keberlanjutan pengobatan, saat ini pemerintah sudah menyediakan obat kusta secara cuma-cuma di Puskesmas.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669,

22/01/2015

Banyak yang bertanya tentang tugas yang kami emban,
Berikut tugas P*K R
1. Menyampaikan Informasi tentang Reproduksi Remaja.
2. Menyampaikan Informasi tentang Seks, Napza dan HIV.
3. Sebagai Konselor Remaja
4. dll.

salam remaja

22/01/2015

pagi all....

06/06/2014

Remaja Gaul adalah Remaja yang Sehat

02/06/2014

Lanjutan dari " RESIKO PERGAULAN BEBAS "

3. KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan)

ada beberapa resiko dari KTD, diantaranya :
a. Resiko Medis : Pendarahan, keguguran, keracunan, anemia, kejang-kejang, tekanan darah tinggi, berat badan bayi lahir rendah dan bayi premature.

b. Resiko Kejiwaan : Perasaan bersalah dan berdosa, perasaan malu, depresi dan percobaan bunuh diri.

c. Resiko Masa Depan : Putus sekolah, terpaksa menikah, hamil tanpa nikah dan ditolak keluarga.

4. Aborsi

16/05/2014

RESIKO PERGAULAN BEBAS

1. Gangguan Saluran Reproduksi

Hubungan seks yang apalagi dilakukan dengan bergonta-ganti pasangan dapat mengakibatkan infeksi saluran reproduksi dan tertularnya PMS.

2. Gangguan Psikoseksual

Hubungan seks pra nikah sering mengakibatkan berbagai masalah, baik kejiwaan maupun sosial. Misalnya:
a. Timbulnya perasaan tertekan, perasaan berdosa dan bahkan
percobaan bunuh diri.
b. Hilangnyakeperawanan
c. Ketagihan, sehingga masalahnya semakin berat.
d. Stress, karena menimbulkan konflik pada keluarga
e. dsb

Bersambung dulu ya temen-temen................
Salam Remaja

15/02/2014

Kurangnya fasilitas sarana prasarana olah raga disebuah daerah tertentu membuat banyak kalangan remaja masa kini melakukakan hal-hal yang negatif yang mengakibatkan kefatalan yang begitu amat sangat mengerikan, mungkin teman-teman tau sendiri samplenya. Dari hal di atas kami mohon kepada Dinas-dinas terkait untuk membantu daerah-daerah yang kurang akan fasilitas sarana olah raga, agar remaja kita mau berfikir atau berbuat dengan hal yang positif.

Address

Jalan Manunggal No. 59 Desa Curug Kec. Kandanghaur
Indramayu
45254

Telephone

085222278962

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when PIK Remaja " Nyi Endang Dharma " posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Practice

Send a message to PIK Remaja " Nyi Endang Dharma ":

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram