14/09/2015
MEMBANGUN REMAJA JAWA BARAT YANG BEBAS DARI MASALAH SEKSUALITAS, NAPZA DAN HIV/AIDS
Akhir-akhir ini, bahasan tentang remaja menjadi topik yang seringkali diperbincangkan, mengingat saat ini kelompok remaja sangat rentan terhadap 3 (tiga) risiko kesehatan reproduksi atau yang dikenal dengan TRIAD KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) yaitu Seksualitas, Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya), serta HIV/AIDS. Bahkan Triad KRR ini sekarang menjadi hal yang sangat meresahkan para orangtua.
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan usia remaja yaitu usia 12-24 tahun. Namun apabila pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia masuk kedalam dewasa. Sebaliknya, meskipun usia sudah dewasa (bukan remaja lagi) tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka ia masuk kedalam kelompok remaja.
Berdasarkan data, jumlah penduduk remaja Indonesia saat ini mencapai 65 juta jiwa atau sekitar 30% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara jumlah penduduk remaja di Provinsi Jawa Barat mencapai 11.358.704 jiwa atau sebesar 26,60% dari total jumlah penduduk di Jawa Barat. Jumlah remaja yang besar ini seharusnya menjadi modal pembangunan untuk mewujudkan Jawa Barat yang mandiri, dinamis dan sejahtera sesuai dengan visi Pemerintah Daerah Jawa Barat.
Sementara itu, menurut World Bank, remaja memiliki 5 (lima) transisi kehidupan yaitu melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat dan mempraktekkan hidup sehat. Empat transisi kehidupan lainnya yang akan dimasuki remaja akan sangat ditentukan berhasil tidaknya remaja mempraktekkan hidup sehat. Dengan kata lain, jika remaja gagal mempraktekkan hidup sehat, maka kemungkinan besar remaja juga akan gagal menjalani empat transisi kehidupan yang lain.
Kesehatan reproduksi diartikan sebagai sejahtera fisik, mental dan sosial yang baik, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, tetapi juga sehat dari aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Sementara itu, Kesehatan reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggungjawab.
Remaja adalah generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Segala tindakan yang dilakukan pada masa remaja akan sangat menentukan kehidupan mereka ketika dewasa dan juga sangat menentukan bagaimana mereka akan berkontribusi bagi pembangunan bangsa ini. Oleh karena itu, kehidupan remaja sangat penting dan strategis untuk diperhatikan secara serius.
Masalah Kesehatan Reproduksi Yang Dihadapi Remaja
3 Risiko kesehatan reproduksi remaja atau yang dikenal dengan TRIAD KRR yaitu seksualitas, napza dan HIV/AIDS.
1. Seksualitas
Risiko Seksualitas diartikan sebagai sikap dan perilaku seksual remaja yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi dan risiko perilaku seks sebelum nikah.
Berdasarkan Data Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010 menunjukkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks sebelum menikah. Hasil Survei DKT Indonesia tahun 2005 juga menunjukkan bahwa remaja di beberapa wilayah Indonesia telah melakukan seks sebelum menikah, diantaranya Surabaya 54%, di Bandung 47% dan di Medan 52%. Sementara itu, hasil Survei SKKRI TAHUN 202/2003, bahwa remaja memiliki teman yang pernah berhubungan seksual dimulai dari usia 14-19 tahun, dengan wanita 34,7% dan pria 30,9%. Sebesar 2,5 juta perempuan pernah aborsi per tahun, 27% nya dilakukan remaja (sekitar 700 ribu), PKBI, rakyat merdeka, 2006. Bahkan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa, dan 800 ribu diantaranya terjadi di kalangan remaja.
2. Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya )
Napza adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan kedalam tubuh manusia baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung) atau disuntik yang menimbulkan efek tertentu terhadap fisik, mental dan ketergantungan. Berdasarkan data tentang penyalahgunaan narkoba di Indonesia, dari sebanyak 3,2 juta jiwa yang mengkonsumsi narkoba, 78% diantaranya adalah remaja.
3. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) diartikan sebagai kumpulan dari berbagai gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh individu yang didapat akibat HIV.
Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010, di Indonesia terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif, dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni sebesar 48,1% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9%.
Sementara itu, Penularan HIV/AIDS pada remaja di Jawa Barat, dari jumlah penduduk Jawa Barat yang berusia 10-24 tahun, sebesar 11.358.704 atau 26,60% adalah remaja. Sebesar 3.147 remaja usia 15-29 tahun terkena HIV/AIDS dengan penularan terutama disebabkan melalui hubungan seks dan jarum suntik.
Upaya Untuk Menghindarkan Remaja Dari Risiko Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
Penanganan terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi komitmen internasional, termasuk Indonesia yaitu melalui Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan yang dihadiri 178 negara di dunia (ICPD Kairo, 1994). Remaja juga memiliki hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Melalui konferensi ini, negara-negara di dunia didorong untuk menyediakan informasi yang lengkap kepada remaja mengenai bagaimana mereka dapat melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk menyediakan informasi KRR ini adalah dapat melalui pendidikan KRR di keluarga, pendidikan KRR di sekolah dan melalui program P*K-KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)
Pendidikan KRR Di Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan remaja seharusnya menjadi tempat dimana remaja memperoleh pendidikan mengenai berbagai hal, termasuk informasi dan edukasi mengenai seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Namun pada kenyataan di masyarakat, seringkali dijumpai justru remaja paling tidak nyaman membahas masalah-masalah tersebut dengan orangtuanya. Ditambah dengan perubahan pada remaja yang seringkali sulit dipahami oleh orangtua menyebabkan komunikasi semakin sulit dibangun. Beberapa ciri remaja yang perlu diketahui oleh orang tua terkait dengan perubahan yg menonjol diantaranya : mulai berpikir tidak seperti biasanya, kemauannya sukar ditebak, sering berubah-ubah pendirian, kadang ucapan dan perilakunya bertentangan, menggantung perasaan, meledak-ledak, menarik diri dan menolak bicara, lebih senang berkumpul di luar rumah, ingin menonjolkan diri, mudah terpengaruh teman, serta untuk remaja putri saat menjelang haid biasanya menjadi perasa, mudah sedih, marah dan cemas tanpa alasan.
Pandangan bahwa seks adalah sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan, yang telah tertanam sekian lama menyebabkan remaja dan orangtua enggan berdiskusi tentang masalah seksualitas. Padahal remaja sangat membutuhkan informasi yang benar dan akurat. Akibatnya, remaja mencari informasi di luar, seperti dari teman sebaya, majalah dan internet yang seringkali menyuguhkan informasi yang tidak benar dan malah menyesatkan.
Namun, pendidikan kesehatan reproduksi remaja ini masih menjadi perdebatan, karena disatu sisi banyak orangtua yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi remaja ini malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pra nikah. Menurut Iskandar, 1997, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung memiliki perilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain.
Oleh karena itu, saatnya keluarga-keluarga di Jawa Barat menyadari dan melakukan fungsi keluarga sebagai fungsi pendidikan, yang mengkomunikasikan, menginformasikan dan mengedukasi remaja mengenai berbagai hal khususnya mengenai risiko Kesehatan Reproduksi Remaja yaitu seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui keluarga ini sebenarnya sangat efektif, karena dapat dilakukan dalam suasana yang santai dan bersahabat sehingga memudahkan remaja menyerap informasi yang disampaikan orangtua.
Pendidikan KRR Di Sekolah
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah dan sekaligus informasi mengenai keluarga berencana merupakan hal yang saat ini sangat penting disampaikan mulai dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan KRR di sekolah akan sangat efektif, karena remaja disemua sekolah-sekolah secara otomatis akan mendapatkan informasi yang benar dan akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Hal ini akan menjawab kebutuhan remaja terhadap informasi yang akurat dan benar mengenai KRR sehingga remaja tidak perlu mencari sendiri informasi tersebut dan melakukan eksplorasi sendiri.
Hasil Survei LDFEUI & NFPCB tahun 1999, survei terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada 4 (empat) provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) ditemukan bahwa 46,2% remaja masih menganggap perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Dan kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri yang hanya sebesar 42,3%. Dan diperoleh juga hasil bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari risiko tertular Penyait Menular Seksual (PMS) akan meningkat jika memiliki pasangan seksual lebih dari 1 (satu) orang. Sementara itu, 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya jika berhubungan seks dengan Pekerja Seks Komersil (PSK).
Program P*K-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)
Salah satu program yang dijalankan Pemerintah untuk merespon permasalahan remaja adalah dengan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja melalui BKKBN yang disebut dengan wadah P*K-KRR.
P*K-KRR adalah suatu wadah kegiatan program KRR yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang Kesehatan Reproduksi Remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. P*K-KRR ini dibentuk di kelompok-kelompok remaja seperti di sekolah-sekolah, pesantren, perguruan tinggi, Fatayat NU atau Aisyiah.
P*K KRR ini bertujuan untuk memberikan informasi KRR, keterampilan kecakapan hidup (life skill), pelayanan konseling dan rujukan kesehatan reproduksi remaja serta mengembangkan kegiatan lain sesuai dengan potensi yang dimiliki remaja tersebut. P*K-KRR ini diarahkan untuk mencapai Tegar Remaja yaitu remaja yang menunda usia pernikahan, remaja yang berperilaku yang sehat, remaja yang terhindar dari seks bebas, narkoba serta HIV/AIDS, remaja yang bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model dan sumber informasi bagi teman sebayanya.
Melalui program P*K-KRR ini remaja dapat memperoleh informasi yang benar dan akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, dalam wadah ini remaja memiliki kesempatan untuk menggali potensinya dengan teman-teman sebayanya, karena remaja sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa dalam berbagai hal jika dikembangkan dengan maksimal.
Perilaku remaja Jawa Barat, khususnya mengenai kesehatan reproduksi remaja akan ditentukan sejauh mana mereka memperoleh pendidikan yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja serta komunikasi yang dibangun dengan remaja. Kesadaran remaja terhadap risiko seksualitas, napza dan HIV/AIDS akan diawali dan dibangun dengan pengetahuan yang mereka miliki.
Sumber : Artikel BKKBN JABAR ( http://jabar.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=586 )