Dokter Rum Marewa

Dokter Rum Marewa KETUA IDI CABANG KONAWE UTARA
NPA IDI : 102501

20/04/2023
Himbauan dan Pernyataan Sikap Perhimpunan Dokter Spesialis...
28/04/2022

Himbauan dan Pernyataan Sikap Perhimpunan Dokter Spesialis...

07/04/2022

*LIMA LELUCON-LELUCON IDI*

*Iqbal Mochtar*

Seru mencerna hiruk-pikuk lelucon seputar kasus IDI.

Satu, IDI memecat anggotanya. Yang ribut malah yang bukan dokter. Katanya, mending IDI bubar saja. Jadi premisnya : karena memecat satu orang, satu organisasi mesti diluluhlantakkan. Jadi pengen tahu : kalau Presiden memecat menteri, apa Presiden harus dijatuhkan? Kalau DPR melakukan reshufle, apa DPR harus dibubarkan? Kalau partai politik memecat anggotanya, apa partainya harus bubar? Situ sehat?

Dua, IDI memecat anggotanya karena anggota dianggap melanggar standar profesi. Melakukan terapi medis yang belum diuji klinis. Terapinya bukan kacang-kacang, karena terkait dengan otak. Salah-salah pasien bisa cacat atau mati. IDI menegakkan standar medis. Mau melindungi masyarakat. Uji klinis harus dilakukan sebelum terapi tersebut dipraktekkan. Itu standar medis internasional, bukan standar dokter Indonesia saja. Kemana aja orang berobat, ya standarnya segitu itu. Jadi mau tahu, apa mau kalau dokter-dokter Indonesia mempraktekkan terapi tanpa standar medis universal? Hello…?

Tiga, IDI memecat anggotanya karena dianggap melakukan tindakan terapi krusial tanpa uji klinis. Yang bukan dokter teriak, minta tindakan dilanjutkan. Jangan setop. Jadi pengen tahu : apa mau kalau semua dokter memberikan tindakan tanpa uji klinis ke pasien? Pokoknya apa yang dokter anggap masuk akal silakan lakukan. Wah ini bakal asyik. Kita punya ratusan ribu dokter yang masing-masing punya banyak ide terapi brilian namun belum diuji klinis. Apa mau, setiap dokter mempraktekkan uji briliannya ke masyarakat walau tanpa uji klinis ke pasien? Negeri Indonesia Raya akan dipenuhi ribuan atau jutaan praktek dokter tanpa uji klinis. Dokter menjadi seenak dewe-lah. Gimana, mau?

Empat, IDI itu organisasi profesi. Sudah berdiri puluhan tahun. Sudah mature. Tujuannya, menjaga anggota profesi ini tetap bekerja sesuai standar profesional dan etik. IDI bukan organisasi massa, politik atau keagamaan. Pernah dengar IDI hiruk-pikuk dengan issu agama atau politik? Enggak kan? Jangankan itu, berbisnis aja IDI enggak. IDI menjaga marwah professional; pure on profession. Bandingkan dengan Assosiasi Dokter Amerika (AMA), yang asetnya triliunan. Mereka punya link dengan industri dan perusahaan farmasi. Mereka neko-neko, gak kayak IDI yang memilih garis lurus. Memilih low profile. Dengan kebersahajaan begitu masih juga IDI di-cornered dan dianggap unprofessional. Jadi pengen tahu: organisasi profesional di Indonesia yang mana aja sih? Ada contoh enggak?

Lima, belum beberapa bulan, para dokter di Indonesia dianggap hero dalam pandemi. Katanya, mereka front-liner yang membaktikan nyawanya melawan Covid-19. Katanya, mereka pahlawan tanpa tanda jasa. Emang sih, banyak diantara mereka yang bertumbangan. Eh begitu lepas dikit dari horor pandemi, corong langsung digemakan buat obok-obok organisasi dokter. Apresiasi beberapa bulan lalu sirna ditelan pandemi irrational and biased thought. Gradasi dokter mau diterjunkan from hero menjadi zero dalam hitungan bulan? Udah siap nih enggak mengandalkan dokter kalau badai pandemi muncul lagi? Atau sudah mulai mengalami memory lapse kayak Alzheimer? Sekedar mengingatkan, gejala utama Alzheimer : cepat lupa. Jangankan kebaikan, wajah sendiripun bisa dilupa. Situ belum menderita Alzheimer kan?

***

31/03/2022

*MEDIS BUKAN DUNIA HIP-HOP*

*Iqbal Mochtar*

Dunia medis itu bukan dunia hip-hop. Dan dokter bukanlah entertainer. Makanya, jarang terdengar berita heboh tentang dokter. Beda dengan artis atau politikus. Dokter memang dilahirkan dan didesain untuk menjadi low profile and less advertised profile. Ia bergerak masif dalam senyap. Dokter berpraktek hingga digunung-gunung dan lembah-lembah tapi gaungnya jarang kedengaran. Mereka membantu keselamatan nyawa dan penyembuhan orang namun tidak pernah diberitakan. Dan memang mereka tidak ingin itu. Dokter itu bukan media darling.

Namun jangan lupa, dokter adalah profesi medis tertua yang punya aturan ketat yang perlu dipatuhi semua anggotanya. Kenapa ketat? Karena mereka berjibaku dengan nyawa; dengan cerita hidup dan mati manusia. Salah sedikit saja melakukan tindakan, nyawa manusia taruhannya. Ia bertaruh dengan makhluk hidup; bukan benda mati. Ini prinsip klasik tetapi krusial.

Salah satu aturan ketat dokter adalah saat memberi pengobatan atau tindakan. Semua dokter harus dan wajib memberikan pengobatan dan tindakan yang telah terbukti secara ilmiah bermanfaat dan tidak menimbulkan bahaya bagi pasien. Perhatikan kata : telah terbukti bermanfaat. Dokter tidak dibenarkan melakukan suatu tindakan yang belum terbukti bermanfaat secara ilmiah apalagi yang sifatnya reka-reka. Seorang dokter bisa saja memiliki pendapat, intusi atau hipotesis bahwa obat ini dan itu bermanfaat bila diberikan pada pasien. Namun pendapat, intuisi atau hipotesis ini tidak boleh langsung dipraktekkan ke pasien tanpa ada studi ilmiah yang mendukung. Istilah medisnya, harus punya bukti ilmiah atau evidence-base medicine. Tanpa ada bukti, intuisi atau hipotesis itu hanya dibenarkan berselancar pada ranah pikiran namun bukan ranah untuk dipraktekkan. Itu aturan dan etikanya.

Lantas bagaimana membuat intuisi atau hipotesis bisa dipraktekkan pada masyarakat? Ya, buatlah studi ilmiah yang terstandar. Buat penelitian yang valid dan akurat. Apabila terbukti bermanfaat dan tidak berbahaya, barulah dapat digunakan pada pasien. Singkatnya, semua harus berstandar pada bukti yang jelas. Bukan ujug-ujug. Intusi, pendapat dan hipotesis medis tidak bisa dipraktekkan ke pasien bila tidak disertai bukti ilmiah yang valid.

Lantas apakah bukti ilmiah yang valid? Dalam dunia medis semua harus diukur secara obyektif. Testimoni subyektif bisa dipertimbangkan tetapi tanpa parameter obyektif tetap dianggap tidak ilmiah.

Katakanlah seorang pasien mengatakan: “Setelah mengkonsumsi obat X atau menjalani tindakan Y, saya kok merasa makin sehat ya? Saya merasa makin bugar”. Narasi ‘merasa membaik atau makin sehat’ adalah narasi subyektif. Ia perlu dibuktikan dengan parameter obyektif. Diukur dengan alat dan metode yang sahih, standar dan akurat. Apakah setelah mengkonsumsi obat X atau tindakan Y benar terjadi perbaikan obyektif seperti perbaikan kadar-kadar gula darah, tekanan darah, aliran darah ke otak dan jantung, menghilangnya sel kanker, dan sebagainya. Kalau memang semua parameter obyektif terbukti membaik barulah dikatakan testimoni pasien sejalan dengan parameter obyektif. Barulah dikatakan obat X atau tindakan Y bermanfaat.

Dalam dunia medis berlaku prinsip : seeing evidence is believing. Melihat bukti adalah percaya. Tanpa pengukuran obyektif, narasi subyektif tidak lebih hanya sebuah anekdot (anecdotal evidence) atau narasi tanpa validasi (unverified argument).

Keharusan berpegang pada bukti ilmiah ini menjadi standar universal dokter sedunia. Berlaku dimanapun. Mau ke Amerika, Rusia, Ukrania atau Vietnam, standar ini berlaku. Jadi jangan menganggap bahwa sebuah tindakan yang tidak tervalidasi ilmiah di Indonesia akan mendapat tempat dinegara-negara lain. Itu anggapan non-sense. Kemanapun seorang dokter berkelana, ia harus tetap berpegang dan menjalankan prinsip profesinya berdasar evidence-base yang sahih.

Dokter adalah profesi tertua yang sangat ketat memegang standar profesinya. Standar profesi bukan barang mainan. Bukan kaleng-kaleng. Pasalnya, ia berhubungan dengan keselamatan nyawa. Dokter bukan penyembuh, tetapi sebagai tangan perantara penyembuhan. Kalau ia salah dalam memberi obat atau tindakan, ia dapat menghilangkan kehidupan manusia. Makanya semua dokter harus patuh pada prinsip dan aturan etika dokter. Bila ada yang tidak patuh, bersiap-siaplah didepak dari organisasi profesi ini. Kalaupun tidak, bersiap-siaplah dianggap sebagai outliar. Itu adalah prinsip. Dan prinsip ini tidak bisa ditawar-tawar. Titik.

Address

Andowia KONAWE UTARA
Konawe
93353

Telephone

+6281343910413

Website

http://sp.yesdok.com/DokterMarewa

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dokter Rum Marewa posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram