Ibu Peri

Ibu Peri Jika rumah adalah istana, maka sutil BuPer akan meramu menu bahagia didalamnya

Biar tidak kebat kliwat, manajemen waktunya harus Joss 👍
05/02/2022

Biar tidak kebat kliwat, manajemen waktunya harus Joss 👍

Ibu Peri, blogger yg senang berbagi ilmu peningkatan kompetensi diri agar bahagia. Membahas ilmu kerumahtanggaan terutama komunikasi keluarga.

Hutang puasa Ramadhan laluYang pasti hutang janji selepas Ramadhan tahun lalu, yakni janji bakalan tetap jaga semangat u...
02/02/2022

Hutang puasa Ramadhan lalu
Yang pasti hutang janji selepas Ramadhan tahun lalu, yakni janji bakalan tetap jaga semangat untuk beribadah.

Ibu Peri, blogger yg senang berbagi ilmu peningkatan kompetensi diri agar bahagia. Membahas ilmu kerumahtanggaan terutama komunikasi keluarga.

Pantesan....Kalau ngebicarain tentang adab dalam menuntut ilmu butuh waktu pembahasan yang panjangTernyata kalau mau nge...
31/01/2022

Pantesan....

Kalau ngebicarain tentang adab dalam menuntut ilmu butuh waktu pembahasan yang panjang

Ternyata kalau mau ngelmu itu ibarat sambil menyelam tetap harus minum air

Ibu Peri, blogger yg senang berbagi ilmu peningkatan kompetensi diri agar bahagia. Membahas ilmu kerumahtanggaan terutama komunikasi keluarga.

(Sekuel Mbak Aritmia dan Mas Kopit, bagian  #04)Kebutuhan========Dua malam sudah berlalu, sehabis mengajakku bermain di ...
06/09/2021

(Sekuel Mbak Aritmia dan Mas Kopit, bagian #04)

Kebutuhan
========

Dua malam sudah berlalu, sehabis mengajakku bermain di pinggir sungai merah, Mas Kopit tertidur tak jauh dariku.

Sebenarnya kalau diperhatikan, wajahnya tak begitu nggegirisi. Perpaduan alis tebal dan rahang kokohnya sangat mendominasi, menampakkan kesan tegas dan sangar.

Tetiba dia menggeliat terbangun. Sambil menyeringai menampakkan gigi-giginya yang putih membuatku begidik.

“Bangun tidur itu mbok yao yang biasa saja. Gak perlu heboh kayak gitu to Pit," sergahku.

“He...he… Ben tetep sangar to. Kamu takut kan?" Seringainya sambil menatapku tajam.

Aku heran, makhluk yang satu ini, punya hobby kok nakut-nakutin orang. Padahal tampang aslinya gak begitu menyeramkan.

“Ayo temani aku main lempar batu di pinggir sungai merah lagi!" Perintahnya sambil menyeretku.

“Hei… hei… ini masih pagi tau! Jam segini itu waktunya orang baca dzikir Matsurat pagi, bukan bermain!" sungutku sambil menolak perintahnya.

“Gak peduli… Ayo ikut!" suaranya makin meninggi sambil menyeretku.

“Sa...sa...sakit…," kataku terbata sambil memegangi pergelangan tanganku yang dicengkeramnya.

Tiba di tepi sungai merah Mas Kopit pun mulai melempar-lempar batu, mengoyak ketenangan sungai merah sehingga menimbulkan riak-riak kecil.

Sungai merah darah adalah menghubungkan dua organ vital dalam tubuh BuPer. Kondisinya yang mulai beriak pasti membuat tubuh BuPer kesakitan.

“Ha… ha… ha…"

Kudengar Mas Kopit tertawa terbahak-bahak sambil berkata,

“Aku baru bermain di sungai merah, dia sudah kesakitan. Apa jadinya kalau aku pindah bermain di Bukit Paru Berongga"

“Jangan…!" pintaku lirih.

“BuPer pasti akan lebih sulit bernafas jika kau main di daerah itu Pit," kataku pias.

“Ha… ha… ha… kamu khawatir?” katanya sambil mencubiti tangan dan kakiku.

“Sa… sa… sakit… ampun Pit," namun Mas Kopit tak menghiraukan pintaku. Aku tak kuasa menahan, tenaganya jauh lebih besar dari tenagaku.

Puas mencubiti tangan dan kakiku, Mas Kopit kembali melempar-lempar batu ke arah sungai merah darah sampai kelelahan.

Aku tahu, lemparan demi lemparan itu bisa mengakibatkan aliran sungai merah darah tersumbat. Suatu kondisi yang sangat membahayakan jantung BuPer.

Pertengkaran demi pertengkaran kami selama dua hari dua malam ini tampak sangat menggangu BuPer.

Sebenarnya beliau sudah berusaha mendamaikan kami. Namun Mas Kopit bukannya mengalah malah semakin gencar mengganggu dan mengolok-olok aku.

Aku tak s**a itu, wajarlah jika aku juga berusaha melawannya. Namun tenagaku bukanlah tandingannya.

Entah apa tujuannya mendatangi kami sangat misterius. Semisterius wajahnya yang datar dengan senyum menyeringai.

Konflik kami tak berujung, membuat BuPer cemas. Dengan hati bulat, akhirnya BuPer memilih untuk mencari bantuan ke Hotel Putih agar bisa mendamaikan kami berdua.


...

Re-post from Handayani Retno Hapsari(Sekuel Mba Aritmia dan Mas Kopit - Bagian 03)**TercubitHari itu BuPer mengantarku K...
05/09/2021

Re-post from Handayani Retno Hapsari
(Sekuel Mba Aritmia dan Mas Kopit - Bagian 03)

*
*

Tercubit

Hari itu BuPer mengantarku Konsul rutin ke Hotel Putih. Beberapa hari yang lalu BuPer ketiban sampur sebagai pimpro pelaksanaan kegiatan penyembelihan hewan kurban di dusun. Kegiatan yang baru saja usai itu memang cukup menguras tenaganya. Jujur… Aku pun agak bergetar ringan. Capek memang. Di Hotel Putih, Bu Dokcan, konsulerku memberikan asupan rutin dengan dosis dua kali lipat yang diberikan bulan lalu. Asupan itu biasa dikonsumsi saat BuPer sarapan. Maklum sudah puluhan tahun, dan BuPer selalu membutuhkan asupan itu untuk membuatku tenang.

Dua hari sepulang dari Hotel Putih, tetiba Mas Bojonya BuPer sakit. Melihat gejalanya, BuPer sudah curiga kalau beliau dapat giliran bertemu Mas Kopit. Sebagai langkah antisipatif, BuPer sudah mengisolasi dan tetap merawat Mas Bojonya sebaik mungkin.

Yakin…
Aku paham kondisi psikis dan fisik BuPer, meski terlihat tegar, namun aku tahu dia agak sedikit terguncang. Terlebih empat hari kemudian si Mas Bojo mulai anosmia dan kedua anak BuPer juga bergejala. Sementara aku melihat BuPer tetap tenang dalam kewaspadaan.

Segala prosedur penanganan baik secara medis maupun birokrasi ditempuh keluarga BuPer demi menjaga lingkungan agar tetap aman dan kondusif. Tes SWAB PCR secara mandiri juga mereka lakukan demi menegakkan diagnosis. Sampai proses ini, BuPer tampak tegar dan sehat. Walau aku sedikit merajuk, namun dia tetap tenang.

“Tenanglah... Kita pasti akan baik-baik saja," bisik BuPer kepadaku.

Hingga hasil tes SWAB PCR keluar, kondisi BuPer dan anak bungsunya tetap tak bergejala meski juga dinyatakan positif. Keluarga yang kompak, positif berlima, membuat mereka saling memperhatikan.

Di saat Mas Bojo dan kedua anaknya sudah proses pemulihan, tetiba Mas Kopit yang sudah berada dalam tubuh BuPer mulai berulah. Aku yang awalnya acuh dan tak peduli dengan kehadirannya di sampingku akhirnya terprovokasi juga.

Sentilan-sentilan ringan Mas Kopit mulai membuatku tak nyaman. Terlebih saat gelitik nakalnya mulai sering menggangguku. Aku benci dia!
Ketidaknyamananku akan kehadiran Mas Kopit mulai kutunjukan dalam pertengkaran kecil.

Sebenarnya kasihan BuPer, karena setiap kami bertengkar, dia harus menahan nyeri dada yang luar biasa. Terkadang malah membuatnya lupa bernafas. Namun kesabarannya untuk terus mendamaikan kami sangat luar biasa. Tatkala Mas Bojo dan anak-anaknya mulai panik, ia tetap ikhlas bertahan dalam kondisi yang semakin membiru.

Mas Kopit pun kembali berulah, cubitannya semakin sakit sehingga membuatku semakin keras bergejolak. Demi mengganguku, anak nakal ini menculikku dan membawaku ke pinggir sungai merah.

Disana ia mengancamku, “Hai gadis cantik… kamu harus mau jadi teman bermainku selama beberapa hari ini. Kamu harus mau menemaniku bermain lempar batu di pinggir sungai ini."

“Demi apa aku harus menurutimu!" bentakku padanya keras.

“Demi akulah…!" Bentaknya kasar

“Aku sudah hadir disini, aku ingin membangun bangunan antibodi di tubuh BuPer agar dia semakin kuat sebelum pas**anku datang menyerang" katanya penuh kesombongan.

“BuPer lak yo belum dapat vaksin to? Takut divaksin to? Siapa tahu kedatanganku bisa jadi pelajaran," kata Mas Kopit sambil tertawa terbahak-bahak.

“Halah… sok tahu kamu Pit," sergahku sambil menahan emosi.

“BuPer belum vaksin karena punya komorbid, kemarin gak lolos screening pertama. Begitu sudah dapat izin dari Bu Dokcan, eee.... di acara vaksin massal yang diselenggarakan untuk desanya, BuPer mengalah dan memberikan jatah vaksinnya untuk warganya yang lebih membutuhkan." belaku.

“Podo wae, BuPer kan lak yo takut to, saat Mas Bojonya kuinfeksi kemarin, takut ditinggalkan Mas Bojonya iya to!" Serangainya menyeramkan.

“Pit…Kopit... takut itu manusiawi yo..., itu tanda masih hidup dalam iman. Takutnya BuPer itu karena Allah. Karena dia belum siap. Mikirin anak-anaknya. Bukan takut yang lain. Ndak kayak kamu yang nggegirisi dan nganyelin. Gak punya rasa takut itu malah tanda tak beriman pada Gusti Allah." Sergahku tak kalah sengit.

“Kamu kok bawa-bawa Gusti Allah to cah ayu? Wong aku itu lak yo makhluk ciptaan Gusti Allah. Aku itu unik dan misterius, ben manusia itu podho eling lan waspada, yen segala kuasa iku masih ditangan Allah. Biar diantara mereka bisa dibedakan mana yang termasuk golongan beriman yang sabar dan tawakal dengan yang tidak!" bentak si Mas Kopit sambil terus mencubiti aku.

“Aduh sakit tau!” kataku kesakitan.

Dan setiap aku kesakitan, BuPer merasakan sesak yang luar biasa di dadanya. Kasihan BuPer, tapi aku juga tak kuasa menangkis serangan cubitan Mas Kopit yang iseng itu. Namun keyakinan BuPer untuk sembuh sangat luar biasa, dia tetap berusaha mendamaikan kami agar mau bersahabat.

“Sabarlah.... Cubitan-cubitan ini mengingatkanku kembali cara bersyukur," lirih BuPer pias.

...

Re-post from Handayani Retno Hapsari(Sekuel Mba Aritmia dan Mas Kopit - Bagian 02)**BuPer POVKopit...Cukup satu kata tap...
05/09/2021

Re-post from Handayani Retno Hapsari
(Sekuel Mba Aritmia dan Mas Kopit - Bagian 02)

*
*

BuPer POV

Kopit...
Cukup satu kata tapi jika tak disikapi pasti akan membuat Mbak Aritmia bergejolak. Dia itu memang rentan. Setenang apapun aku bersikap, pasti tak akan bisa menutupi fakta-fakta mengerikan yang dia temukan.

Terlebih ketika satu demi satu orang terdekatku mendapatkan giliran untuk bertemu si Kopit. Pasti berita itu menjadi beban pikirannya. Aku hafal betul karakter Mbak Aritmia ini karena kami tumbuh bersama sendari kecil.

Sedikit cerita tentang dia…
Si Mbak ini sangat lemah, disaat orang lain mampu berdegup normal, maka degupannya hanya berkisar 40 - 50 setiap menitnya.

Dalam kondisi sehari-hari, kondisi ini sebenarnya hampir tidak berpengaruh pada tubuhku. Namun dalam kondisi tertentu, dimana letih dan lelah menjadi provokator, pasti membuat si embaknya ini sedikit berulah. Maklum dia gampang terprovokasi oleh pihak ketiga.

Dalam lelah dan letihnya diriku, aku hafal, bisa saja dia akan berdisko, bergejolak yang membuat sekujur tubuhku mendingin hampir tak bisa bernafas. Kalau sudah begitu aku pasti akan menenangkannya. Mengajaknya berdialog, tentang ketidaks**aannya. Membicarakan tentang hal ihwal perkara yang tak dis**ainya. Memberikan hak-haknya yang mungkin terabaikan. Mengatakan bahwa kami pasti akan baik-baik saja dan segera melewati kondisi ini. Bersabar dan tetap tenang dalam kewaspadaan.

Berita tentang Mas Kopit akhir-akhir ini memang cukup mengguncang jiwanya. Dia tahu, banyak orang yang melabeli Mas Kopit ini sebagai anak nakal yang sulit dikendalikan. Pelabelan yang justru membuat Mas Kopit semakin semena-mena.

Mbak Aritmia pun tahu, bahwasanya setiap keluarga, siap atau tidak, pasti akan menerima kehadiran Mas Kopit. Sehingga dalam do'a harian, kami berharap kelak jika Mas Kopit hadir di keluarga kami, itu adalah suatu masa dimana sudah diketemukan cara untuk mengendalikannya.

Mas Kopit yang orang-orang katakan jahat karena mampu memisahkan suami dari istri tercintanya, menjadikan anak-anak mereka menjadi yatim seketika. Adalah Mas Kopit yang pasti akan membuat Mbak Aritmia bergejolak jika tiba saatnya hadir di keluargaku.

Persiapan demi persiapan itu perlu, karena aku tak ingin kecolongan jika Mas Kopit harus hadir di keluargaku. Tenang itu harus, namun waspada dengan terus menerapkan protokol kesehatan itu harga mati.

Intinya tugasku hanyalah bersikap tenang dalam kewaspadaan. Menjaga agar Mbak Aritmia bisa tetap anteng. Bukan kemudian ikut-ikutan rame pro dan kontra dalam menyikapi dan menangani gelombang kedatangan Mas Kopit di seluruh negeri ini. Karena kalau yang itu sudah ada yang mengurus bukan ...?

...

Re-post from Handayani Retno Hapsari(Sekuel Mba Aritmia dan Mas Kopit - Bagian 01)**Aritmia POVNamaku Aritmia, boleh pan...
05/09/2021

Re-post from Handayani Retno Hapsari
(Sekuel Mba Aritmia dan Mas Kopit - Bagian 01)

*
*

Aritmia POV

Namaku Aritmia, boleh panggil Ari atau Mia. Asal bukan dipanggil Arit, duh… kalau itu... adalah nama benda yang paling sensitif tau! Tapi aku tak punya nama panjang, cukup Aritmia gitu tok. Kadang saat sedang pengen disko, sering dipanggil juga dengan nama si Pevece. Yang mungkin artinya pecicilan!

Aku sahabat BuPer sejak kecil. Sebenarnya hubungan kami baik. Wajar sih, sebagai sahabat kadang hubungan kami terkadang berkonflik. Itulah bumbu dalam persahabatan. Biasanya konflik diantara kami berdua muncul jika ada pihak ketiga yang notabene menjadi pencetus pertengkaran kami.

Ya… gitu deh, akunya yang kurang sabar dan bijak jika sudah ada yang memprovokasi. Beda banget dengan BuPer yang sangat sabar dan pengertian. Bertahun-tahun lamanya persahabatan kami, membuatnya hafal betul karakterku. Kapan saatnya aku anteng atau bergejolak pengen disko.

Sebenarnya kata BuPer aku bukan orang jahat. Meski terkadang aku s**a disko tapi aku bukan pemuja dugem. Wong diskonnya aku tu hanya diatas kertas ha… ha… ha…
Dimana kalau lagi kumat pengen disko, pasti membuat kertas EKG yang merekam detak jantungnya BuPer menjadi lebih variatif, banyak gambar bukitnya dengan tinggi rendah yang tak sama. Semrawut kata mamak...

BuPer sendiri sebenarnya tak pernah abai dengan keadaanku. Rutin sebulan sekali pasti dia akan mengajakku berkunjung ke Hotel Putih untuk bertemu konsulerku. Sebenarnya kata konsulerku semua organ jantung BuPer tempat aku biasa bersemayam tampak normal dari hasil beberapa tes. Mungkin butuh alat tertentu untuk menguji dimana letak permasalahannya.

Karena kami sudah bersahabat lama dan aku sendiri sangat jarang membuat BuPer sakit parah, jadi BuPer tidak terlalu memprioritaskan ketika konsulerku menyarankan untuk mencari konsuler yang lebih ahli agar bisa menjinakkanku.

Bertahun-tahun yang lalu BuPer memang pernah punya inisiatif itu. Namun ternyata di negara yang maju ini, ahli elektrofisiologi jantung tak banyak jumlahnya.

Sebagai sahabat, BuPer sangat memahamiku. Dia tak pernah membenci dan memusuhiku. Justru aku selalu dianggapnya sebagai pengingat. Kemunculanku dianggapnya sebagai alarm untuk beristirahat atau berintrospeksi diri, apakah ada hak tubuh yang belum ditunaikannya. Sekali lagi dia hafal betul karena apa aku bisa muncul.

Aktivitas BuPer memang lumayan padat karena dia seorang yang tak s**a berpangku tangan. Keikhlasan dan kesabarannya tumbuh bersamaku sendari kecil adalah point utama yang menjadi kekuatannya.

....

Address

Pacitan

Opening Hours

Monday 09:00 - 17:00
Tuesday 09:00 - 17:00
Wednesday 09:00 - 17:00
Thursday 09:00 - 17:00
Friday 09:00 - 17:00
Saturday 09:00 - 17:00

Telephone

+6287858054959

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Ibu Peri posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Practice

Send a message to Ibu Peri:

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram