24/02/2023
https://youtube.com/watch?v=FDQMVdzdowk&si=EnSIkaIECMiOmarE
FECKY W MOBALEN. KETUA BPH AMAN SORONG RAYA HADIR SEBAGAI PEMBAWA MATERI SEKALIHUS MEMBUKA MUSDAT DISTRIK MIYAH SELATAN.KAB.TAMBRARU PROVINSI PAPUA BARAT DAYA
Berbicara tentang tanah berarti berbicara tentang darah,keturunan, asal usul,warisan,
sejarah manusia yang hidup atau mendiami diatas tanah, semua itu merupakan identitas diri serta
jati diri yang dimiliki setiap marga; bebicara tentang tanah berbicara p**a tentang manusia
karena manusia diciptakan dari tanah dan hidup dari tanah serta meniggalpun kembali ke tanah
juga, dalam pengertian bahwa manusia ada karena tanah dan begitupun tanah ada karena ada manusia. Kehidupan manusia tidak terlepas dari tanah, karena tanah menyiapkan dan
memberikan sumber hidup bagi mahluk hidup, secara khusus manusia, maka manusia
mempunyai tanggungjawab besar terhadap tanah yakni menjaga, melestarikan serta
memeliharanya secara baik.
Musyawarah untuk mencapai kemufakatan adalah suatu azas yang dianut tetap oleh
warga Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana
terlampir dalam Undang-undang Negara republic Indonesia No.21 tahun 2001 tentang
OTONOMI KHUSUS (OTSUS) PAPUA, yang menegaskan bahwa adanya pelimpahan
kewenangan dan pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat papua termasuk hak atas
tanahnya atau hak kepemilikan, sebagai hak waris masyarakat adat di atas tanahnya sendiri. Juga
Undang-undang No.32 tahun 2004,tentang penyelenggaraan pemerintahan Daerah serta UUD 1945 pasal 33 ayat 1 tentang Bumi,air Udara dan segala isinya milik Negara dan dipergunakan
seutuhnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Berangkat dari kesemuanya itu, maka
Musyawarah Adat sangat diperlukan untuk dilakukan setiap Marga,Sub Marga dan Suku-suku terutama di Wilayah pemerintahan Distrik Miyah Selatan Kabupaten Tambrauw. Gagasan
tentang Musyawarah Adat ini dapat timbul ketika ada tuntutan pembangunan yang masuk di
wilayah masyarakat adat khususnya wilayah adat marga Hae, Pengaruh perkembangan
pembangunan ini secara evolusi mengikis hak-hak waris masyarakat adat khususnya marga dan sub marga yang menghuni dan memiliki tanah adat tersebut.Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat dan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yaitu daerah otonom
yang berwenang melaksanakan urusan pertanahan. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Melalui kesempatan Musyawarah Adat ini, fokus pada penjelasan dan menceritakan kembali
tentang silsilah Tapal Batas Tanah Adat marga/keret, cerita rakyat atau dongeng tentang asal usul
terjadinya dan terbentuknya marga bersangkutan pada tanah adat tersebut serta menentukan tua
marga atau koordinator marga dari masing-masing marga berdasarkan mekanisme dan cara
masing-masing marga bersangkutan. Dalam kesempatan ini p**a, berbagai narasumber yang
diundang untuk menghadiri dan meyampaikan materi dalam Musyawarah Adat yang dimaksud;
narasumber yang diundang tentunya dari pihak pemerintah maupun pihak adat atau Lembaga
adat yang kosentrasi atau menyuarakan tentang hak masyarakat adat atas tanah adatnya.
Musyawarah Adat tentang Tapal batas Tanah Adat yang dilakukan di Distrik Miyah
Selatan merupakan Musyawarah Adat Perdana yang dilakukan di Distrik tersebut, sehingga
melalui momentum yang istimewa ini materi yang disampikan kiranya mampu memberikan
suatu nilai yang bermanfat atau positif bagi masyarakat adat dalam mengatur, mengolah dan
melestarikannya secara arif dan bijaksana demi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
secara adil dan merata. Melalui MUSDAT ini p**a memberikan pencerahan pada masyarakat
agar menyadari bahwa kesejahteraan hidup masyarakat adat bukan dari hasil jual beli tanah,
melainkan tanah sebagai sarana yang penting dan mestinya diolah secara manusiawi dan
berwibawa sehingga tanah memberi keselamatan hidup manusia dibumi bukan memberi
ancaman atau malapetaka bagi kehidupan manusia.
Musyawarah Adat merupakan solusi dan mekanisme adat dalam pengambilan keputusan
adat untuk menjawab sengeketa adat baik,sengketa antara tuan-tuan warisan dan tapal batas
sebagai isi warisan adat di wilayah Marga Hae. Oleh sebab Musyawarah adat merupakan Forum
pengambilan keputusan tertinggi dan mengikat secara adat bagi warga masyarakat Kabupaten
Tambrauw. Dengan adanya Musyawarah adat,tentunya menghindari masyarakat adat dari :
Tarik- menarik batas-batas tanah adat antar Marga-marga, menghindari Masyarakat dari sifat
monopoli dan mau menang sendiri atas sesama pemilik Ulayat, menghindari juga dari sistem jual
beli tanah adat secara gelap atau tidak melalui mekanisme adat yang berlaku, menghindari
tingginya harga material berupa kayu,pasir batu yang digunakan pemerintah demi pembangunan,
serta Musyawarah adat dapat menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten
Tambrauw.
Maka dengan demikian, muncul suatu tindakan yang baik untuk mengantisipasi hal
tersebut, yakni pembentukan tim kerja atau panitia untuk melaksanakan Musyawarah Adat
(MUSDAT) tentang pembahasaan tata tapal batas tanah adat marga di Distrik Miyah Selatan
tersebut. Kegiatan ini dilakukan dalam 2 (dua) tahap yakni tahap pra sidang dan tahap sidang
penetapan. Hasil dari kegiatan ini akan menyiapkan data serta dokumen tentang data tapal batas dan kordinator-kordinator marga yang akan disahkan oleh pemerintah daerah dan
lembaga adat yang dipergunakan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mempermudah dalammelakasanakan pembangunan di Distrik Miyah Selatan.
Sebelum mencapai target utama dalam Musyawarah adat, tentunya suatu maksud
penyelenggaraan Musyawarah yang diketahui bersama bahwa, pelaksanaan Musyawarah
ini bermaksud :
Upaya untuk mengantisipasi konfilk yang terjadi pada masyarakat pada masa kini
maupun mendatang menyangkut tapal batas tanah adatMendapatkan data tertulis tentang tata tapal batas tanah adat antar marga serta
membentuk struktur organisasi adat yang berbasis pada kepentingan masyarakat
adat Menyiapkan struktur adat yang menjamin kelangsungan pembangunan baik
pemerintah maupun swasta pada wilayah Distrk Miyah Selatan.
Suatu tujuan dari Musyawarah Adat ini adalah:
Menjadi acuan bersama dalam menyambut pembangunan di wilayah Kampung
Whizmer, Hwi, Sisu, Ayamane, Rufewes dan Kampung Mawor, sebagai areal
pengembangan Distrik Miyah Selatan.
Menjadi hasil keputusan bersama yang bersifat final dan mengikat secara adat
yang patut dihargai dan dihormati oleh 3iding pemilik ulayat yang bersangkutan.
Menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat sekarang ini dalam menghadapi
dinamika pembangunan di segala aspek kehidupan.
Menjadi acuan dan contoh adat ke depan bagi etniksitas dan komponen
masyarakat Tambrauw yang lain.
Memberikan kejelasan tentang tapal batas tanah adat marga Hae, serta
Mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari pihak pemerintah Daerah dan
lembaga Adat tentang data tapal batas tanah adat marga
Memudahkan pemerintah untuk membangun dan meletakan asset-asset
pemerintah disekitar areal wilayah Kampung Whizmer, Hwi, Sisu, Ayamane,
Rufewes dan Kampung Mawor, dan Mengasilkan data Yang tertulis/profile
marga untuk pegangan setiap marga sebagai dokumen untuk generasi-generasi
mendatang.